Lutra, ININEWS – Warga di Desa Teteuri, Kecamatan Sabbang Selatan, Kabupaten Luwu Utara akhirnya turun tangan bergotong-royong memperbaiki tanggul jebol penyebab banjir di daaerah tersebut.
Aksi swadaya itu dilaporkan oleh Ferry, salah seorang tokoh masyarakat di Kecamatan Sabbang Selatan melalui group WA Peduli Banjir Tana Luwu, Selasa, 21 Mei 2024.
“Masyarakat Desa Teteuri Kecamatan Sabbang Selatan antusias dan semangat bergotong-royong menutup tanggul yang jebol dengan bantuan alat berat excavator swadaya masyarakat,” demikian ditulis Ferry.
Menurut Ferry, banjir merendam Desa Teturi baru terjadi setelah puluhan tahun. “Iya, 25 tahun baru banjir, hampir 1 bulan (terendam) banjir,” ungkapnya.
Penyebab banjir adalah jebolnya tanggul anak sungai Rongkong yang berada di Desa tersebut akibat debit air yang sangat tinggi.
“Di Teteuri ada tiga titik di mana tanggul jebol dengan ukuran bervariasi. Titik pertama sekitar 19 meter, lalu kedua itu lebih dari 20 meter dan titik ketiga sekitar 15 meter,” jelas Ferry.
Akibat banjir, ratusan hektar kebun dan sawah milik warga terendam air dengan ketinggian bervariasi. “Dulu malah sampai setinggi leher orang dewasa,” kata Ferry.
Dana Desa
Sementara itu Geris Bure, seorang warga Desa Teturi mengatakan bahwa banjir di desanya kini sudah mulai surut.
“Iya, sudah mulai surut karena debit air sungai juga turun. Karena itu warga sudah bisa perbaiki tanggul (yang jebol),” katanya kepada media ini, Rabu, 22 Mei 2024.
Geris menambahkan, warga bergotong-royong sejak lima hari yang lalu. “Kemarin (21/05) itu sudah hari kelima warga bekerja. Ada bantuan satu alat berat dari Pemerintah Desa,” tambahnya.
Dari foto yang beredar di group WA Peduli Banjir Tana Luwu, terlihat puluhan warga Desa Teturi menancapkan tiang pancang di lokasi tanggul yang jebol.
“Kami juga mengisi karung dengan pasir lalu diletakkan di bagian pinggir tanggul yang jebol sebelum ditutup tanah dengan excavator,” ungkap Geris.
Dia berharap apa yang dilakukan warga bisa mencegah banjir terulang lagi di desa mereka. “Semoga tanggulnya bisa bertahan dan tidak banjir lagi. Kasihan warga di sini,” harapnya.
Desa Pombakka
Sebelumnya, Warga Desa Pombakka, Kecamatan Malangke Barat, Kabupaten Luwu Utara (Lutra) bergotong-royong memperbaiki tanggul sungai Rongkong yang jebol di daerahnya, Minggu, 19 Mei 2024.
Dari video yang beredar melalui group WA Peduli Banjir Luwu Utara, terlihat warga menggunakan potongan pohon berukuran 3-4 meter sebagai tiang pancang untuk mulai membangun tanggul baru. Mereka menyebutnya patto.
“Warga sedang memasang patto di tanggul jebol Desa Pombakka,” demikian tertulis pada keterangan video yang dikirimkan oleh salah seorang warga bernama Sahar.
Desa Pombakka adalah salah satu wilayah yang sudah terendam banjir beberapa pekan akibat jebolnya tanggul dan luapan sungai Rongkong.
Lokasi tepat tanggul yang jebol berada di Dusun Sauru dengan lebar tanggung jebol hingga 50 meter. Ketinggian air mencapai 80 sentimeter hingga 1,5 meter.
“Dapat dibayangkan betapa sulitnya warga membangun kembali tanggul jebol selebar 50 meter hanya dengan peralatan dan bahan seadanya, sementara genangan air tidak kunjung surut,” kata Bahtiar Manadjeng, tokoh masyarakat Malangke Barat yang dikenal kritis menyuarakan soal banjir di Lutra kepada LuwuNews, (19/05).
Karena itu, ia berharap agar segera ada solusi konkrit yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meringankan penderitaan warga. “Kasihan sekali warga di daerah terdampak (banjir), derita mereka berkepanjangan,” ujarnya.
Empat Kecamatan
Dari informasi yang berhasil dihimpun, saat ini banjir di Luwu Utara menggenangi Desa Lewewe, Desa Lembang- Lembang, Desa Muktisari dan Desa Beringin Jaya di Kecamatan Baebunta Selatan.
Kemudian di Kecamatan Malangke Barat banjir merendam sebagian besar wilayah Desa Pombakka, Desa Wara dan Desa Limbong Wara.
Sementara di Kecamatan Malangke, setidaknya 7 desa ikut terdampak, yakni Desa Tolada, Desa Girikusuma, Desa Putemata, Desa Pettalandung, Desa Tingkara, Desa Malangke dan Desa Pattimang.
Tak terhitung kerugian warga akibat bencana ekologis yang kerap terjadi dan berlangsung dalam waktu lama. Sayangnya belum ada solusi kongkrit dari pemerintah dan pihak terkait. (*)