Makassar, ININEWS – Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memberikan bantuan kemanusiaan bagi korban banjir dan longsor di Sulawesi Selatan. Nilainya mencapai Rp410 miliar ditambah bantuan pupuk subsidi senilai Rp2,5 triliun
Bantuan tersebut diserahkan secara simbolis pada sebuah acara ‘pulang kampung’ di Kompleks Kantor Gubernur Sulawesi Selatan Jl. Urip Sumoharjo Kota Makassar, Senin (27/5/2024).
Hadir para petani, penyuluh, Babinsa, Babinkamtib, bupati/walikota se-Sulsel, dan masyarakat umum yang menambah kemeriahan acara.
Dalam kunjungan ini, tidak hanya memberikan motivasi, Mentan Andi Amran juga menyerahkan paket bantuan pertanian pasca-banjir dan program reguler pertanian senilai lebih dari Rp 410 miliar.
Ditambah pupuk subsidi senilai lebih dari Rp 2,5 triliun. Bantuan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani di Sulsel.
Acara ini dihadiri oleh Pj Gubernur Sulsel, Prof. Zudan Arif Fakrullah, bupati/walikota, Dandim, perwakilan dari Pupuk Indonesia, dan pejabat lingkup Kementerian Pertanian.
Bantuan yang diserahkan mencakup benih hortikultura, perkebunan, pupuk, dan alat mekanisasi pertanian (alsintan) dengan nilai lebih dari Rp 365 miliar.
Selain itu, Kementan juga memberikan bantuan untuk bencana alam di tujuh kabupaten senilai Rp 48,3 miliar. Ketujuh kabupaten tersebut adalah Luwu, Enrekang, Sidrap, Wajo, Bone, Pinrang, dan Sinjai.
Mentan Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa penyerahan bantuan ini bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan petani.
“Melalui bantuan ini, kami ingin daerah-daerah yang terkena musibah segera pulih dan Sulawesi Selatan semakin maju,” ujarnya dikutip dari kabarika.id.
Andi Amran berharap bantuan ini dapat meringankan beban korban sehingga mereka dapat bangkit kembali dan memperkuat perekonomian Sulsel yang sempat terganggu akibat bencana.
“Bencana di Sulsel ini harus kita hadapi bersama, karena satu petani yang terkena bencana adalah musibah kita bersama. Maka yang terdampak ini akan kita beri bibit, benih, traktor, dan pupuk gratis,” tegasnya.
Tak Ada Lutra
Tak disebutnya Kabupaten Luwu Utara (Lutra) sebagai salah satu daerah yang juga merasakan dampak bencana banjir disesalkan sejumlah pihak.
“Sangat disayangkan mengapa Lutra tidak dianggap kena dampak juga, padahal banjir terjadi bahkan sudah berbulan-bulan,” kata Asdar, warga Desa Pombakka Kecamatan Malangke Barat Lutra, Selasa (28/05/2024).
Di Desa Pombakka, Kecamatan Malangke Barat, banjir merendam rumah dan kebun warga sejak Rabu, 24 April 2024 lalu. “Sampai sekarang belum ada solusi dari pemerintah,” kata Asdar.
Selain Desa Pombakka, di Kecamatan Malangke Barat juga ada Desa Wara, Limbong Wara, dan Cenning yang ikut terendam.
Sama dengan di Kecamatan Malangke Barat, di Baebunta Selatan, Luwu Utara terdapat tiga desa yang terendam banjir akibat luapan Sungai Rongkong, yakni Desa Lawewe, Lembang-lembang dan Beringin Jaya.
“Yang terparah saat ini Kecamatan Malangke Barat dan Baebunta Selatan. Itu desa yang saya sebut sudah terendam selama tiga bulan,” kata Rauf, seorang warga di Desa Lawewe yang juga ikut terdampak banjir.
Kepala Desa Lembang-Lembang, Arwin Ansar mengatakan, jika di wilayahnya juga terendam banjir juga akibat tanggul yang jebol.
Sampai sekarang banjir masih meluap ke pemukiman dan menggenangi lahan serta kebun milik warga. “Kejadian banjir dari tanggal 26 Maret 2024 sampai saat ini,” katanya.
Seorang warga terdampak yang menolak disebut identitasnya juga mengatakan, banjir yang terjadi membuat aktivitas warga lumpuh.
“Karena selain merendam pemukiman juga merendam lahan pertanian dan perkebunan warga,” katanya. “Pemerintah hanya melakukan assesment dan bantuan sembako, tetapi penyebab banjir belum ditangani”.
Di Kecamatan Malangke, juga ada beberapa desa yang terendam banjir sampai saat ini. Antara lain adalah Desa Pute Mata, Tolada, Giri Kusuma, Pettalandung, Pattimang, dan Malangke.
“Debit air Sungai Rongkong makin meningkat akibat intensitas hujan meningkat ditambah pendangkalan sungai karena banyaknya tumpukan sedimen, terutama pasir. Tanggul penahan Sungai Rongkong, Sungai Masamba dan Sungai Baliase yang jebol di beberapa titik,” kata warga yang terdampak.
Menurut Rauf dan Asdar, banjir yang terjadi di desa mereka bukan baru kali ini saja. “Banjir ini bukan baru keberadaannya, sudah berpuluh-puluh tahun,” kata Rauf.
“Pemerintah (ikut membantu), Alhamdulillah. Tapi itu bukan solusi, solusi utama yaitu penanganan Sungai Rongkong,” katanya lagi.
Rauf mengatakan di Desa Lawewe, warga masih tetap bertahan di lokasi banjir. Tetapi tanaman mereka sebagai sumber pencaharian sudah tidak ada.
“Tanaman sudah mati karena mayoritas masyarakat petani. Masyarakat tinggal menunggu keajaiban (dari) Allah,” katanya pasrah.
Empat Kecamatan
Sejumlah desa di empat kecamatan di Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan terendam banjir selama berbulan-bulan akibat luapan Sungai Rongkong, Sungai Baliase dan Sungai Masamba.
Empat kecamatan yang hingga kini masih terendam banjir mencakup Baebunta Selatan, Malangke Barat, Malangke, dan Sabbang Selatan.
Di Kecamatan Baebunta Selatan, banjir menggenangi Desa Lewewe, Desa Lembang- Lembang, Desa Muktisari dan Desa Beringin Jaya.
Kemudian di Kecamatan Malangke Barat banjir merendam sebagian besar wilayah Desa Pombakka, Desa Wara dan Desa Limbong Wara. Demikian pula di Desa Teteuri Kecamatan Sabbang Selatan.
Sementara di Kecamatan Malangke, setidaknya 7 desa ikut terdampak, yakni Desa Tolada, Desa Girikusuma, Desa Putemata, Desa Pettalandung, Desa Tingkara, Desa Malangke dan Desa Pattimang.
Derita Warga
Tak terhitung kerugian warga akibat bencana ekologis yang kerap terjadi dan berlangsung dalam waktu lama.
“Kalau kami di Desa Lawewe tidak tahu harus bilang apa lagi karena selama kurang lebih 3 bulan air tidak lagi meninggalkan pemukiman warga,” ungkap Haddas Kudese, tokoh pemuda Desa Lawewe Kecamatan Baebunta Selatan, Selasa, 14 Mei 2024.
Hal tak jauh berbeda dijelaskan oleh Sekretaris Desa Lembang-Lembang, Kecamatan Baebunta Selatan, Kabupaten Luwu Utara.
Dikatakan Masriadi, banjir yang terjadi disebabkan oleh jebolnya tanggul Sungai Rongkong sejak 26 Maret 2024 lalu.
“Banjirnya sudah lama, sejak 26 Maret. Sebagian besar masyarakat kami mengungsi ke luar desa, namun masih ada juga yang harus tinggal menunggui rumah meski tergenang air,” jelasnya.
Serupa yang terjadi di Desa Tolada Kecamatan Malangke dimana banjir juga merendam rumah warga, sekolah dan masjid serta lahan pertanian dengan ketinggian antara 50 hingga 70 sentimeter.
“Sekitar 2.000 hektar lahan milik warga tidak dapat digarap selama kurun 4 tahun terakhir, termasuk sawah, kebun sawit, jeruk nipis, jagung dan empang air tawar,” ungkap Herwin, tokoh pemuda setempat.
Banjir kronis di Luwu Utara disebabkan oleh luapan sungai-sungai besar di daerah itu. Pada sejumlah titik, tanggul pengaman di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) akhirnya jebol akibat debit air yang sangat tinggi.
“Jika hujan deras di bagian hulu, bisa dipastikan air sungai malah sudah melewati ketinggian tanggul lalu merendam seluruh desa di sekitarnya,” tambah Herwin.
Tidak Sederhana
Musibah banjir yang kerap melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan ini mendapat perhatian dari banyak pihak.
Tak terkecuali dari Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) Dr Abdul Talib Mustafa.
Menurut Talib, banjir di Luwu Utara bukan masalah yang sederhana dan perlu penanganan yang sifatnya menyeluruh dan jangka panjang.
“Ini masalahnya tidak sederhana. Fakta seperti ini menjadi masalah yang kompleks bagi semua penduduk yang bermukim di semua daerah aliran sungai (DAS) Lutra, plus sarana produksi mereka seperti sawah, kebun, peternakan, dan sebagainya,” kata Talib, Senin, 13 Mei 2024 lalu, dilansir dari laman LuwuNews.
Karena itu maka diperlukan penanganan yang menyeluruh dan jangka panjang untuk masalah ini.
“Paling tidak kepada mereka yang bakal jadi Bupati dan Wakil Bupati di Lutra ke depan harus sabar, konsern dan berjejaring penyelesaian masalah ini,” jelas dia.
Talib menambahkan, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menangani bencana banjir di Luwu Utara antara lain dengan melakukan studi dan pemetaan wilayah-wilayah yang rentan mengalami banjir.
“Yang kedua adalah pembuatan desain penanganan DAS yang terintegrasi dengan wilayah pengembangan pemukiman dan ekonomi baru di Luwu Utara,” tegasnya.
Talib menganjurkan agar jika sudah jadi, maka desain penanganan DAS Lutra harus sering diajukan ke jajaran Kementerian terkait.
“Lobby ke DPR RI khususnya kepada komisi terkait juga penting dilakukan untuk menjual gagasan ini,” tambahnya.
Selain itu, akademisi Universitas Indonesia Timur itu juga menganjurkan agar pemerintah setempat sudah harus mempersiapkan pemukiman sementara bagi penduduk terdampak.
“Persiapkan (juga) pemukiman sementara di wilayah-wilayah yang akan dikembangkan bagi penduduk terdampak,” tutupnya. [*]