BeritaBudayaPeristiwaSosial

Makam Raja Luwu ke-15 Terendam Banjir, Tokoh Adat Pancai Kecam Bupati Lutra

Icam
59
×

Makam Raja Luwu ke-15 Terendam Banjir, Tokoh Adat Pancai Kecam Bupati Lutra

Sebarkan artikel ini
Makam Datu Pattimang Terendam Banjir.
Makam Datu Pattimang Terendam Banjir.

Luwu Utara, ININEWS – Beredar perbincangan dalam beberapa group WhatsApp terhadap Pemerintah Kabupaten Luwu Utara terkait adanya kejadian banjir di Pattimang, Kec. Malangke Barat.

Banjir tersebut turut merendam peninggalan sejarah sekaligus makam Raja Luwu ke-15, La Patiware TO Amparabbung Petta Matinroe Ri Pattimang.

Sehingga banyak pertanyaan bermunculan, “apakah permasalahan yang ada murni karena faktor alam atau dikarenakan ulah tangan-tangan manusia?”

Jika kejadian bencana akibat ulah tangan manusia, maka pemerintah harusnya punya sikap tegas terhadap kejadian yang bisa mengakibatkan terjadinya kerusakan lebih fatal.

Seperti halnya kejadian bencana banjir sedang menjadi teror meresahkan di tengah masyarakat. Mestinya, pemerintah sesegera mungkin harus tampil maksimal memberi solusi. Jangan sampai alokasi anggaran tidak digunakan untuk kesejahteraan dan keamanan masyarakat dari bencana.

Atas hal itu, tokoh adat Tana Luwu pemegang mandat Pancai Pao, Abidin Arief To Pallawarukka, SH. angkat bicara.

”Yang menjadi pertanyaan kami, pemerintah kemanakan uang pembayaran setiap orang masuk berziarah di Makam Petta Pattimang, sampai-sampai makam tersebut harus ikut terendam dampak banjir,” kunci Abidin.

Abidin juga mengungkapkan jika kejadian banjir di Desa Pattimang, baru kali ini banjir seperti itu. Apalagi dengan ikutnya terendam makam Raja Luwu.

“Sejak Indah Putri Indriani terpilih menjadi Bupati Luwu Utara banyak peristiwa yang dapat dijadikan sebagai catatan memprihatinkan dan sulit bagi masyarakat Tana Luwu melupakan, apalagi masyarakat Luwu Utara,” lanjut Abidin.

Sebagai anak turunan pelaku sejarah Kerajaan Luwu, Abidin Arief sangat kecewa dengan terendamnya makam leluhur.

Yang tentu mengirim pesan bahwa pemerintah hanya bisa menguasai kerajaan Luwu serta harta kerajaan, namun tidak mampu menjaga nilai-nilai kearifan leluhur sampai memberi jaminan kesejahteraan serta ketentraman keluarga yang berada di Tana Luwu.

“Filosofi Tana Luwu sangat jelas sebagai ‘tana mappatuo, tana na’ewai alena’. Filosofi itu seakan hanya menjadi catatan sejarah yang berarti pemerintah hari ini terkesan mengabaikan adat budaya Tana Luwu sebagai peninggalan penuh perjuangan sejarah yang mengorbankan harta bahkan jiwa yang cukup banyak,” pungkas tokoh adat Tana Luwu pemegang mandat Pancai Pao, Abidin Arief To Pallawarukka, SH.