Opini

Fenomena “Kosong-Kosong”, Entitas Politik Non-Formal yang Organik

Tim Redaksi
75
×

Fenomena “Kosong-Kosong”, Entitas Politik Non-Formal yang Organik

Sebarkan artikel ini

Penulis: Wawan Mattaliu

Pejabat

ININEWS – Hampir semua menu sudah selesai. Beberapa ekor ayam sudah berubah menjadi nasu likku. Beberapa kilo daging telah tuntas menjadi toppa’lada.

Songkolo sudah teratur di atas piring melamin, ditutupi daun pisang berbentuk kerucut. Beberapa tandan pisang juga siap. Tetapi barazanji batal dibacakan. Namanya tak muncul di SK promosi.

Padahal beberapa kawan sekantornya sudah memberi selamat. Konfirm dari BKD pun telah datang. Merebak kabar, konon, karena kosong-kosong tak setuju dia di posisi itu.

Begitu cerita sedih kawan saya. Seorang ASN. Dan yang menempati posisi itu ternyata orang dari seberang kantornya. Orang yang menurut beberapa kawan tak punya andil di kontestasi kemarin.

Malah kabarnya, dia di kubu sebelah. Tapi dia orangnya kosong-kosong.

Beberapa kali ceritanya beredar bahwa kadang seusai magrib dia datang ke rujab menenteng beberapa kardus panjang berisi pizza. Untuk kosong-kosong.

Begitulah, kosong-kosong menempati entitas politik non formal, tapi organik dan nyaris auto. Dia, bagi sebagian orang adalah pemilik 2/3 ruang kekuasaan yang disandang kawan sekamarnya.

Dia kadang mengaplud resep makanan atau gambar baju syar’i yang fashionable. Sambil sesekali ‘memperbaiki’ dinas-dinas.

Dan desas desus sejarah mencatat, beberapa kandidat menteri datang menenteng handbag berisi sepatu di Manila.

Menciumi punggung tangan Imelda Marcos dan besoknya, namanya dibacakan dengan lantang di GMA Radio sebagai bahagian dari kabinet Marcos.

Tak saja di Filipina, di sini pun begitu. Seorang bisa menjadi pimpinan departemen karena paham bagaimana bisa membuat ibu suri bisa tertawa lepas.

Tapi waktu bergeser. Kosong-kosong pun begitu. Revolusi 4.0 membawanya ke arah terang. Tak lagi sekedar desas desus.

Hari ini, kosong-kosong itu tak lagi hanya menunggu pizza atau sepatu. Revolusi ‘memaksanya’ tampil transparan.

Kemarin saya mengelilingi beberapa titik di Sulawesi. Foto para kosong-kosong tampil ciamik dalam bentuk baliho. Tersenyum sangat manis lengkap dengan slogan yang mirip keju. Kadang tepat lezatnya, tapi lebih banyak ketemu mualnya. Begitu kata kawan sepengangguran saya.

Dan semua itu mengingatkan saya pada pesan almarhum Andi Muallim Mattangkilang. Niga-niga massola-sola, tappasilengngo’ tu cappa’na. (*)