Opini

Istana Kelelawar dan Arogansi ‘Pematungnya’

Tim Redaksi
29
×

Istana Kelelawar dan Arogansi ‘Pematungnya’

Sebarkan artikel ini

Oleh: Made Supriatma (Penulis Buku The Jokowi-Prabowo Elections 2.0)

Istana Kelelawar

ININEWS – Istana Kelelawar: Ada yang mengatakan ia mirip Restoran Padang. Ada yang bilang seperti Istana Kelelawar. Ada yang membuat meme dengan mengganti wajahnya. Ada yang bilang kayak istana penjahat dalam film-film kartun.

Tapi saya setuju. Istana yang dibikin tergesa-gesa ini memang tidak begitu bagus. Buruk, kalau boleh berterus terang.

Untuk saya, istana itu ya harus anggun. Ia mewakili bangsa. Biasanya dia dibikin oleh arsitek jempolan. Ia akan menjadi jiwa dari sebuah kota. Kalau ibukota negara, dia akan menjadi penanda wilayah itu.

Monas adalah penanda Jakarta. Sama seperti The National Mall di Washington DC. Gedung putih adalah rumah presiden yang sangat prestisius namun juga sangat sederhana dibandingkan dengan kekuasaannya.

Selain itu, simbolisme juga penting. Istana Sultan di Yogyakarta adalah rangkuman dua kekuatan, Merapi di utara dan Laut Kidul di selatan. Keduanya adalah kekuatan magis yang raksasa.

Simbolisme itu memberi kekuatan. Dan, itulah yang hilang dari istana IKN ini, yang memang lebih mirip seperti istana kelelawar ketimbang garuda yang kabarnya gagah perkasa itu.

Kita belum mendapat gambaran lengkap bagaimana istana ini nantinya berada dalam “kota Nusantara” kalau ia benar-benar menjadi kota. Saat ini dia belum ditempatkan dalam ruang.

Kita tidak tahu apakah nantinya ia benar-benar akan seperti garuda hitam yang tanpa ampun mencengkeram mangsanya. Atau, istana kelelawar dari baja yang konon katanya akan menghijau kalau berkarat dan hanya mampu membikin anak-anak mimpi buruk karena takut.

Desainernya bukan seorang arsitek. Dia pematung. Dia sukses membangun Garuda Wisnu Kencana di Bali setelah lama mengalami masalah tanah dan dana. Jokeri menyelamatkan proyeknya ini dan mengangkatnya menjadi proyek presisius pesta G-20.

Seperti istana IKN, patung Garuda Wisnu Kencana ini pun terlihat aneh dalam lansekap bukit di selatan Denpasar itu. Dalam kosmologi Bali, Wisnu itu letaknya di utara, di antara dewa-dewa. Meletakkan Wisnu di selatan, begitu yang sering saya dengar, itu benar-benar menyalahi konsep kosmologi Bali.

Tapi siapa peduli? Pematungnya adalah orang Bandung. Pikirannya lebih ke arah pariwisata ketimbang kosmologi.
Sama seperti istana kelelawar ini.

Saya tidak ahli dalam simbolisme. Juga tidak tahu apa-apa soal desain. Namun kawan-kawan arsitek membisikkan bahwa kalau ini di tangan seorang arsitek, bukan hanya pematung, tentu hasilnya akan lain.

Sukarno, presiden pertama RI, tahun persis bahwa ia mendiami gedung bekas istana gubernur jendral Belanda sebagai istana kepresidenan. Oleh karena itu ia menciptakan Monas. Dan, Sukarno bukan insinyur kehutanan atau pematung. Dia seorang arsitek!

Itulah. Ketika banyak kritik dilayangkan pada istana IKN ini, perancangnya meradang. Dengan songong ia mengatakan, kalau baru bisa bikin ruko, jangan ngomong. Arogansi yang luar biasa.

Mengapa dia bisa searogan itu? Karena dia yakin dia melayani kekuasaan yang amat kuat.

Indonesia memiliki banyak arsitek yang mumpuni. Sangat mumpuni. Mengatakan bahwa mereka hanya sekelas pembangun ruko, jelas sebuah penghinaan yang luar biasa. Juga mengatakan orang yang melontarkan kritik dan ejekan itu bodoh, jelas juga cerminan watak songong dan kemaki luar biasa.

Ia sanggup mengatakan itu karena merasa dirinya berkuasa. Dan, seperti karyanya, istana kelelawar, arogansinya hanya membuat anak-anak mendapat mimpi buruk! [*]