ININEWS – Sejauh ini, bakal calon Gubernur Sulawesi Selatan yang dinilai paling siap berkontestasi di Pilkada Sulsel 2024, baru A. Sudirman Sulaiman. Berpasangan dengan Fatmawati Rusdi, pasangan calon ini disebut relatif aman mengikuti kontestasi, tatkala 21 kursi milik Nasdem dan PAN sudah dalam genggaman.
Malah ada yang menilai kalau pasangan Sudi – Fatma, sebut begitu, tidak hanya paling siap mengikuti kontestasi, tapi juga paling siap memenangkan perhelatan lima tahunan itu. Karena setidaknya, secara geopolitik, pasangan ini mereprensentasikan semua wilayah.
Sudirman mereprensetasikan Sulsel dua, sedangkan Fatma, selain berasal dari Sulsel tiga, juga dapat menjadi reprensentasi Sulsel satu. Terbukti di dapil ini, Fatma mampu meraup suara terbesar kedua untuk pemilihan caleg DPR RI 2024 lalu.
Pasangan Sudi – Fatma juga dinilai paling siap secara finansial. Kita semua memahami bahwa dalam situasi dan kondisi watak politik masyarakat kita saat ini yang begitu pragmatis dan transaksional, maka faktor kekuatan finansial akan sangat menentukan siapa yang bakal keluar sebagai pemenang.
Di lain pihak, bakal calon lainnya yang santer disebut-sebut seperti Danny Pomanto (DP), Ilham Arief Sirajuddin (IAS), dan Andi Iwan Aras (AIA), sampai detik ini, belum juga jelas mengenai, baik koalisi parpol pengusung maupun pasangannya. Belum terlihat mengerucut, sementara pengumuman pendaftaran pasangan calon (paslon) sudah semakin dekat.
Tetapi kendati begitu, para pendukung DP, IAS, dan AIA, tak perlu memasang muka manyun. Sebab selain Nasdem dan PAN, masih terdapat 8 partai dengan 64 jumlah kursi tersisa. Masih memungkinkan terbentuk tiga poros koalisi yang berpotensi dipimpin oleh Golkar, PDIP, dan Gerindra.
Setelah ditilik dari berbagai sisi, poros koalisi yang paling mungkin terjadi adalah Golkar + PKS, total 21 kursi. Poros ini lebih berpeluang ditunggangi IAS ketimbang Taufan Pawe atau Indah Putri Indriani.
Jika itu terjadi, maka IAS mungkin akan memilih berpasangan dengan Adnan P Ichsan atau salah satu yang mereprensentasikan Luwu Raya (Sulsel tiga), yakni, Andi Maradang Mackulau (Datu Luwu), Marga Taufiq, atau sosok muda seperti Budi Kamrul Kasim.
Sebenarnya, IAS bisa juga dengan Indah. Hanya saja, Indah kader Golkar. Oleh karena sama-sama Golkar, maka kombinasi ini dinilai daya ungkit elektoralnya lemah. Kecuali jika IAS melihat Indah pada kerangka geopolitik sebagai reprensentasi Sulsel tiga, maka ada kemungkinan bagi Bupati Lutra itu mendampingi IAS.
Tetapi masalahnya, apakah PKPU 8/2024 yang baru terbit pada 1 Juli lalu tidak menjadi penghalang bagi IAS? Jika PKPU tersebut sampai menghentikannya, maka boleh jadi poros koalisi Golkar – PKS ini tak pernah terwujud.
Berikutnya adalah poros koalisi PDIP + PPP + PKB, total 24 kursi. Poros ini kita atribusikan kepada Danny Pomanto karena faktor PDIP. Hanya saja, jika PDIP yang menjadi motor koalisi, maka poros ini tampaknya tak mudah terbentuk. Sebab, PDIP hanya 6 kursi, lebih kecil dari PPP dan PKB, yang masing-masing memiliki 8 kursi.
Selain itu, PPP dan PKB cenderung berafiliasi kepada Koalisi Indonesia Maju (KIM), sementara posisi PDIP belum jelas. Malahan, partai moncong putih itu dipersepsi lebih condong memilih beroposisi. Tak sederhana, bukan?
Lain halnya jika PPP atau PKB yang menjadi penggerak utama koalisi, mungkin poros ini akan lebih mudah terbentuk. PDIP dalam hal ini berubah menjadi faktor penggenap. Masalahnya, maukah DP melepaskan atribut PDIP? Kalaupun mau, bagaimana caranya? Ah, bukan DP namanya kalau tak segera menemukan jalan keluar.
Anggap saja poros koalisi yang diskenariokan di atas berjalan mulus, lantas, apa yang akan dilakukan Partai Gerindra? Mungkinkah akan bergabung dalam koalisi Nasdem – PAN untuk ikut mengusung Sudi – Fatma?
Hal itu bisa saja terjadi jika melihat relasi A. Amran Sulaiman, Menteri Pertanian, dengan Prabowo Subianto, Ketua Umum DPP Gerindra, yang tampak kian mesra, kendati opsi itu ditolak oleh Pengurus Gerindra Sulsel. Lah, memangnya bisa apa kalau Prabowo punya mau.
Namun, terlepas dari pada itu, DPD Gerindra Sulsel sebenarnya masih punya opsi lain, yaitu, membangun poros baru bersama Demkorat. Poros Gerindra – Demokrat mengantongi 20 kursi. Lebih dari cukup untuk mengusung Andi Iwan Aras, Ketua DPD Gerindra Sulsel,
Tetapi apa kompensasinya bagi Demokrat Sulsel? “Iwan – Ni’matullah mi saja,” lontar seorang kawan main gaple di sebuah kedai kopi di Makassar. Ehm, “INI mi saja”, lumayan menggoda. [ym]